Keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada
kemampuannya mengelola dan mengkombinasikan aset-aset perusahaan, antara lain
terdiri dari modal fisik, modal finansial dan modal sumber daya manusia (faktor
produksi). Jika melihat pada komposisi asset yang demikian, maka cenderung
asset perusahaan yang demikian masih berkatagori asset berwujud (tangible).
Disamping asset tersebut perusahaan sebenarnya masih memiliki asset yang lain
yaitu asset tidak berwujud atau intangible assets berupa intellectual
capital, yang terkait dengan knowledge, pengalaman dan penggunaan
teknologi.
Intelellectual Capital oleh
Nahapiet dan Ghosal (1998) dalam Imam Sugeng ND (2007),“mengacu kepada
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu kolektivitas social, seperti
organisasi, komunitas intelektual, atau praktek professional. Intelektual
capital mewakili sumber daya yang bernilai dan kemampuan untuk bertindak yang
didasarkan pada pengetahuan”. Sedangkan menurut Klein dan Pusak (Stewart, 1997)
dalam dalam Imam Sugeng ND (2007), “Intellectual Capital adalah materi
intelektual yang telah di formalisasi, ditangkap, dan dimanfaatkan untuk
memproduksi asset yang nilainya lebih tinggi.
Definisi lain “Intellectual capital, on the other
hand, is the knowledge capability of a firm to produce assets that can become
profitable (Sanjoy Bose Zayed University, Abu Dhabi, United Arab Emirates,
and Keith Thomas Australian Defence Force Academy, Canberra, Australia).
Sedangkan Sullivan (1998), mendefinisikan dalam jurnal yang sama “intellectual
capital as simply, knowledge that can be converted into profits”. Sullivan
and Edvinsson (1996) mendeskripsikan juga intellectual capital sebagai
pengetahuan yang dapat dirubah menjadi nilai atau “knowledge that can be
converted to value”.
Dengan demikian kemampu-labaan perusahaan (profitabilitas) dapat tercapai dengan mengkreasikan
kemampuan, pengetahuan dan kapabilitas manajerial dalam organisasi, yang
disebut juga dengan intellectual capital. (Bontis,1999) mengungkapkan
bahwa intellectual capital adalah pendorong langsung penciptaan
keuntungan dan nilai perusahaan. Dengan demikian pada dasarnya intellectual
capital adalah “kapabilitas pengetahuan dari suatu organisasi untuk merubah
pengetahuan, kemampuan dan keahlian dari organisasi menjadi nilai tambah
organisasi termasuk mendesain, teknik bagaimana mengetahui, pendekatan desain,
software program computer”. Ketika asset tersebut di proteksi dengan paten, copyrights, trademarks, and
trade secrets maka asset tersebut menjadi kekayaan intelektual.
Steven McShane dan Von Glinow (2005), mengungkapkan
bahwa sisi lain dari pengetahuan dalam organisasi disebut juga dengan intellectual
capital, yang merupakan penggabungan semua yang dimiliki organisasi untuk
memberikan competitive advantage bagi organisasi yang di dalamnya adalah
Human Capital, Structural Capital dan Relationship Capital. Komposisi
ini sedikit berbeda dengan pembagian unsur dari Canadian Imperial Bank of
Commerce dalam artikel Imam Sugeng ND, (2005) yang membagi modal intelektual
menjadi human capital atau modal manusia, structural capital atau
modal struktural dan costumer
capital atau modal
pelanggan.
pelanggan.
Anggela Baron dan Michael Amstrong (2007), membagi
elemen dari Intellectual Capital menjadi tiga macam antara lain:
1.
Human Capital-the knowledge, skills, abilities and
capacity to develop and innovate possessed by people in organization;
2.
Social
Capital-the structures, network and procedures that enable those people to acquire
and develop intellectual capital represented by stock and flow of knowledge
derived from relationships within and outside the organization;
3.
Organizational
capital-the institutionalized knowledge pocessed by an organization that stored
in database, manuals, etc (Youndt,2000), Its called structural capital (Edvison and Malone, 1997).
Dari definisi dan elemen-elemen intellectual
capital nampak ada perbedaan pendapat diantara para ahli tersebut terutama
yang terletak pada relationship capital, costumer capital dan social
capital, tetapi jika di telaah lebih lanjut sebenarnya perbedaan tersebut
tidak terlalu signifikan, artinya dengan kata lain bahwa relationship
capital dan costumer capital atau social capital memiliki
persamaan yaitu secara umum didefinisikan sebagai modal perusahaan yang
datangnya dari luar organisasi.
Identifikasi lain dari Skandian dalam Bontis (2000)
membagi intellectual capital menjadi dua bagian yaitu human capital dan
structural capital, sedangkan structural capital sendiri merupakan
gabungan dari costumer capital dan organizational capital.
Gambaran peta intellectual capital dalam Bontis
(2000), yang dikenal juga dengan Skandian Model adalah sebagai berikut:
Skandian Model |
Sumber :
A. Usmara (Editor), 2007,
Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi ke2, Amara Books, Yogyakarta
(Artikel Imam Sugeng ND)
Baron, Angela and Armstrong
Bernard
Marr, Dina Gray and Andy Neely (Centre for Business Performance, Cranfield
School of Management, Cranfield, Bedfordshire, UK), Why do firms measure
their intellectual capital ?, Journal of Intellectual, Emerald Publisher
Volume 4 Number 4 Tahun 2003
Bontis, Nick, 2000, Capital
ASSESSING KNOWLEDGE ASSETS: A Review of the Models Used to Measure Intellectual
Capital, Dr. Nick Bontis 2000. Version Oct‑
Choo, Chun Wei and Bontis,
Nick, 2002 The Strategic Management of intellectual Capital and Organizational
Knowledge, Oxford University Press, Inc
McShane, L. Steven and Von
Glinow, Mary Ann, 2005, Organizational Behavior, 3e, International
Edition, McGRAW-HILL
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar Anda..