Alkisah di sebuah desa, ada seorang
ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena
sakit
Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi
Sang ibu sering kali merasa sedih memikirkan anak satu-satunya. Anaknya mempunyai tabiat yang sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mengadu ayam dan banyak lagi
Ibu itu sering menangis meratapi
nasibnya yang malang ,
Namun ia sering berdoa memohon kepada Tuhan: “Tuhan tolong sadarkan anakku yang
kusayangi, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin
menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati”
Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya, sudah
sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya.
Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa, namun malang dia
tertangkap
Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung.
Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari
di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.
Kemudian dia dibawa ke hadapan raja utk diadili dan dijatuhi hukuman pancung.
Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan keesokan hari
di depan rakyat desa dan tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.
Berita hukuman itu sampai ke telinga si ibu dia menangis meratapi anak yang
dikasihinya dan berdoa berlutut kepada Tuhan “Tuhan ampuni anak hamba, biarlah
hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosa nya”
Dengan tertatih tatih dia mendatangi raja dan memohon supaya anaknya
dibebaskan
Tapi keputusan sudah bulat, anaknya harus menjalani hukuman.
Tapi keputusan sudah bulat, anaknya harus menjalani hukuman.
Dengan hati hancur, ibu kembali ke rumah Tak hentinya dia berdoa supaya
anaknya diampuni, dan akhirnya dia tertidur karena kelelahan dan dalam mimpinya
dia bertemu dengan Tuhan.
Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong2
manyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan pancungnya dan anak
sudah pasrah dengan nasibnya
Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis
menyesali perbuatannya. Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba.
Sampai waktu yang ditentukan tiba, lonceng belum juga berdentang sudah
lewat lima menit dan suasana mulai berisik, akhirnya petugas yang bertugas
membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran karena sudah sejak tadi
dia menarik tali lonceng tapi suara dentangnya tidak ada.
Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah.
Saat mereka semua sedang bingung, tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah.
Darah itu berasal dari atas tempat di mana lonceng itu diikat.
Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang
naik ke atas menyelidiki sumber darah.
Apa yang terjadi?
Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua dengan kepala hancur
berlumuran darah, dia memeluk bandul di dalam lonceng yang
menyebabkan lonceng tidak berbunyi,
dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng
dan sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur di dinding lonceng
Seluruh orang yang menyaksikan
kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata, sementara si anak meraung raung
memeluk tubuh ibunya yang sudah diturunkan.
Menyesali dirinya yang selalu menyusahkan ibunya Ternyata malam sebelumnya si ibu dengan susah payah memanjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng Memeluk besi dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya
Kasih sayang seorang ibu memang tak berbatas, bagaimanapun jahat anaknya.
Seorang ibu rela bertukar nyawa demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anaknya.
ooo
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar Anda..